Senin, 09 Januari 2012

PENGENDALIAN VEKTOR



Upaya pengendalian serangga sebagai vektor penyakit terutama lalat dan nyamuk dapat dilakukan dengan menghilangkan tempat (habitat) sebagai sarang dan perlindungan lingkungan manusia dengan mencegah keberadaan vektor.

Upaya dan tindakan pencegahan serta pengendalian vektor bertujuan menekan populasi dan kepadatan vektor sampai batas yang tidak merugikan dan membahayakan kesehatan manusia yang bertujuan memutus mata rantai penularan agent penyakit.

Pengendalian vektor penyakit dengan bahan kimia menggunakan insektisida harus dilengkapi dengan peralatan aplikasi. Banyak cara yang dapat digunakan dalam aplikasi antara lain pengasapan (Fogging) dan penyemprotan (Spraying).

Upaya pengendalian ini sangat cocok dilaksanakan dalam kondisi :

1. Penanggulangan outbreak / wabah / Kejadian Luar Biasa (KLB) dimana peran vektor dalam menularkan bibit penyakit dapat diputus pada setiap fase hidup vektor
2. Terhadap vektor / serangga sasaran pengendalian sesuai kesukaan menggigit dan tempat menggigit (feeding)
3. Pada beberapa daerah pedesaan dan kota yang belum memiliki tata ruang (landscape) yang baik untuk mencegah keberadaan vektor.
4. Penggunaan larvasida yang menimbulkan kekhawatiran pencemaran konsumsi air bersih.
5. Pengendalian juga memberi gambaran upaya bermakna dalam membatasi dan menekan populasi, pergerakan dan distribusi vektor serta pola penularan penyakit berdasarkan prinsip-prinsip epidemiologis.

Pada panduan ini menjelaskan beberapa prinsip tentang :


1. Pengasapan (Fogging)

· Sistem Dingin (Cold System)

Sistem ini biasanya menggunakan alat aplikator Ultra Low Volume (ULV) berupa aerosol dingin yang disemprotkan dengan batuan kendaraan khusus sebagai space spraying yang menggunakan racun insektisida yang relatif lebih sedikit pada areal yang lebih luas.





Kondisi ini sangat cocok pada luar ruangan (outdoor) dengan cakupan areal ± 40 sampai dengan 50 hektar dengan jangkauan jarak pengasapan dan penyemprotan sampai dengan 100 meter dengan waktu operasional setiap siklusnya mencapai 3 jam.

· Sistem panas (Thermal System)

Sistem panas merupakan cara aplikasi insektisida bersama peralatannya menghasilkan panas yang keluar bersama asap/fog dari mesin aplikator dari pemecahan larutan insektisida yang disemburkan udara panas dari cerobong/knalpot hasil pembakaran dari mesin aplikator. Asap yang keluar dan kontak dengan udara serta bidang pengasapan terhadap vektor sasaran setelah dikontakan dengan efek sasaran akan lemah, jatuh dan mati (Knock Down Effect).

Penggunaan sistem ini sangat cocok di dalam ruangan (Indoor) karena efektifitasnya tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan cuaca seperti suhu, panas dan kecepatan angin yang ekstrim.

Pengasapan dapat dilakukan dengan mesin aplikator/mesin fogging dengan merek yang beragam, antara lain Swingfog SN 11, SN 50, Pulsfog, Dynafog, Jetfog dan Superfogger.

Insektisida yang umum digunakan adalah Malathion dalam larutan yang diencerkan sebanyak 4- 5 % Pelarut (Solar ataupun Minyak Tanah). Malathion murni Technical Grade Insecticides (TGI) dengan Dosis murni 438 gr sama dengan 500 ml setiap hektar dengan cara sebagai berikut :

Insektisida yang umum digunakan adalah Malathion dalam larutan yang diencerkan sebanyak 4- 5 % Pelarut (Solar ataupun Minyak Tanah).

Kabut (fog) ataupun asap yang mengandung percikan aerosol dengan ukuran berkisar 0,1 – 50 micron harus mengenai serangga (vektor) atau nyamuk sasaran yaitu tubuh nyamuk, dengan demikian fog yang diaplikasikan harus merata disemua areal/bidang fogging.

PRINSIP APLIKASI FOGGING

Diperlukan tim atau tenaga khusus yang bertanggung jawab dan mengetahui aspek perencanaan dan teknis operasional fogging.

Fogging dilaksanakan dalam pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) :

1. Fogging Focus

Merupakan kegiatan pengendalian nyamuk Aedes aegypti pada areal Kasus DBD dalam radius ± 100 m dari titik kasus (Rumah Penderita) dengan 2 kali siklus fogging antara ( 7 – 14 hari) biasanya diikuti dengan abatisasi.

2. Fogging Massal

Merupakan fogging yang dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pengendalian lainnya yaitu Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan Gerakan menguras, menutup, dan menimbun (3M plus). Fogging untuk nyamuk Anopheles dilakukan pada kasus Malaria yang tinggi dengan sasaran adalah rumah-rumah dalam areal tertentu.

1. Indikasi Daerah Pengasapan

- Adanya kasus/penderita terutama penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yang shock ataupun meninggal

- Jumlah kasus meningkat dalam periode waktu tertentu

2. Waktu Pengasapan

Waktu yang baik dilakukan pengasapan untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus adalah :

§ Pagi hari antara jam 06.00 sampai jam 11.00

§ Sore hari antara jam 16.00 sampai matahari terbenam.

Pengasapan harus memperhatikan keadaan sebagai berikut :

§ Jangan dilakukan pengasapan saat angin berhembus dengan kencang

§ Jangan dilakukan pengasapan saat akan turun hujan

§ Jangan dilakukan pengasapan saat Suhu udara tinggi (kondisi panas terik).

3. Persiapan Pengasapan

§ Pemetaan Wilayah operasional Fogging (Denah dan Alur Transportasi)

§ Penentuan Jadwal Pengasapan Siklus I maupun Siklus II

§ Persiapan Petugas, Peralatan dan Bahan Pengasapan

§ Penentuan Formulasi dan Konsentrasi serta besarnya Nozzle mesin aplikator

§ Persiapan Rumah-rumah (Pintu dan Jendela dibuka terlebih dahulu) Penduduk keluar dari rumah, makanan dan hewan peliharaan dilindungi dengan baik

§ Penentuan Route dan alur pengasapan

4. Operasional Pengasapan.

§ Tentukan petugas operator dan pemandu/-pendamping saat fogging

§ Peracikan dan Formulasi insektisida yang digunakan. Penggunaan malathion merupakan bahan terbesar, ada juga menggunakan Merk Vectron Solution, Cynoff dalam bentuk tepung dan Icon 25 EC dll.

Malathion murni Technical Grade Insecticides (TGI) dengan Dosis murni 438 gr sama dengan 500 ml setiap hektar dengan cara sebagai berikut : 1 liter malathion 96 % Emulsi Concentrate (EC) ditambahkan dengan 19 Liter solar (Menjadi 20 Liter larutan) campuran malathion 4,8 % untuk aplikasi ( 1 Berbanding 20 ) atau 1 liter malathion 50 % EC + 10 Liter Solar menjadi 11 Liter Malathion 4,5 %. Dengan prediksi Perhitungan Insektisida Bahan :

* Untuk kapasitas Tangki 5-6 Liter
* Asap yang keluar untuk Ukuran Nozzle :
1. 0,8 mm à 10 liter/jam
2. 0,9 mm à 14 liter/jam
3. 1,0 mm à 17 liter/jam
4. 1,1 mm à 20 liter/jam
5. 1,2 mm à 24 liter/jam
6. 1,4 mm à 30 liter/jam

§ Peralatan utama yang digunakan adalah mesin aplikator/ mesin fogging (Swingfog)



Peralatan lain seperti Corong, Jerican, Literan, Ember dan Pengaduk. Peralatan Proteksi antara lain. Masker, sarung tangan Topi, Sepatu dan Pelindung mata (Goggles) dan kain Lap/Serbet

3. Bahan

* Insektisida à Malathion, Vectron, Cynoff, Icon 25 EC dll.
* Pelarut (solar ataupun minyak tanah)
* Bahan Bakar (Premium)
* Sabun dan Air untuk cuci dan kebersihan


4. Kenali dan pastikan peralatan aplikasi dengan baik dan pelajari bagian dan fungsi dari peralatan. Periksa kelengkapan peralatan pendukung dan peralatan proteksi untuk keselamatan

5. Tentukan operator dan pendamping penunjuk alur fogging.

6. Personil lain melakukan persiapan space pengasapan rumah dan lingkungannya dengan perhatian makhluk hidup lain yang terkena (Ikan, Burung dan Ternak).

7. Untuk Rumah yang telah difogging personil lain segera menutup pintu dan memberi penjelasan kepada penghuni : à Tidak perlu membersihkan sisa pengasapan di dinding dan lantai, anjuran PSN & 3 M plus untuk menghilangkan sarang dan tempat istirahat nyamuk vektor.

8. Operator fogging dan pendamping menghidupkan mesin menuju bagian belakang rumah/ruangan pengasapan dengan posisi cerobong / knalpot mesing fogging selalu datar untuk mencegah percikan api.

9. Pengasapan dilakukan dengan berjalan mundur keluar menuju pintu utama dibantu pendamping sebagai pemandu alur dan sekaligus menutup pintu untuk memberikan waktu yang cukup bagi bahan aktif membunuh nyamuk vektor ± 30 – 60 menit baru masuk ruangan rumah.

10. Perhatikan kran asap dan cerobong jangan timbul percikan api


11. Setelah pengasapan tutup semua kran asap maupun kran cairan dan peralatan di dingin kan pada tempat yang jauh dari benda dan bahan yang dapat menimbulkan ledakan.


2. Penyemprotan (Spraying)

1. Peracikan dan Formulasi insektisida yang digunakan. malathion, Vectron Solution, Cynoff dalam bentuk tepung dan Icon 25 EC, lebacyde dll. Biasanya diguanakan dalam pengendalian Lalat di Tempat Pembuangan Akhir Sampah dan Kecoak serta Residual Effect pada pemberantasan Malaria.

2. Peralatan utama yang digunakan adalah mesin aplikator /mesin spaying (Knapsack Sraying dan Sprayier Hudson)

Peralatan lain seperti Corong, Jerican, Literan, Ember dan Pengaduk Sudder Fly Grill, Cone trap/Fly Trap serta Counter dan Perangkap Kecoak .

Peralatan Proteksi antara lain. Masker, sarung tangan Topi, Sepatu dan Pelindung mata (Goggles) dan kain Lap/Serbet

3. Bahan

* Insektisida Malathion, Icon, dll
* Pelarut (air dan goloongan alkohol)
* Sabun dan Air untuk cuci dan kebersihan operator spraying

4. Operasional Penyemprotan

· Waktu pelaksanaan pada areal spraying harus dikonfirmasi dengan pengelola lokasi penghuni dan dan perangkat wilayah setempat (TPA, TPS Kantor dan perumahan)

· Kenali dan pastikan peralatan aplikasi dengan baik dan pelajari bagian dan fungsi dari peralatan. Periksa kelengkapan peralatan pendukung dan peralatan proteksi untuk keselamatan.

· Siapkan dan buat formulasi bahan untuk penyemprotan sesuai dosis dan kebutuhan.

· Mapping areal spraying dan sketsa /alur.

· Tentukan operator dan luas areal yang akan disemprot

· Untuk Rumah yang telah disemprot personil lain segera menutup pintu dan memebri penjelasan tentang :

Tidak perlu membersihkan sisa pengasapan di dinding dan lantai, anjuran PSN & 3 M plus untuk menghilangkan sarang dan tempat istirahat nyamuk vektor.

· Operator spraying memompa alat sesuai tekanan yang dibutuh sesuai space yang akan disemprot dan luas bidang semprot dengan posisi semburan (nozzle) bisa secara horizontal pada bidang maupun vertikal dengan jarak bidang semprot dengan operator memperhatikan pantulan bahan insektisida dan kecepatan angin untuk mengantisipasi bahan insektisida mengenai tubuh operator.

· Perhatikan sempburan alat semprot jangan sampai macet dan tersendat untuk mencgah bocornya tangkai nozzle yang bisa mengenai tubuh operator.

· Setelah berakhir penyempotan bersihkan seluruh peralatan yang digunakan dengan air bersih mengalir dan sabun lalu dikeringkan baru disimpan.

Kamis, 05 Januari 2012

STBM



Artikel
Umum

Sekilas STBM


Artikel
Sekilas STBM
Posted by Indriany 28 Juni 2011 Tinggalkan sebuah Komentar
Filed Under  STBM
Kata kunci untuk STBM:
·        perubahan perilaku
·        zero subsidy / tanpa subsidi
·        metode pemicuan
·        sanitasi total
·        berbasis masyarakat
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Saat ini STBM adalah sebuah program nasional di bidang sanitasi berbasis masyarakat yang bersifat lintas sektoral. Program ini dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI.
Pada bulan September 2008 STBM dikukuhkan sebagai Strategi Nasional melalui Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008. Strategi ini menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat.
Strategi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Sedangkan indikator output-nya adalah sebagai berikut :
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).
b. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
Program nasional STBM dikhususkan untuk perubahan perilaku masyarakat dengan metode pemicuan, sehingga program ini adalah program yang berbasis masyarakat, yang tidak memberikan subsidi bagi rumah tangga.
Kata kunci untuk STBM:
  • perubahan perilaku
  • zero subsidy / tanpa subsidi
  • metode pemicuan
  • sanitasi total
  • berbasis masyarakat
Sanitasi total yang dimaksud (sesuai Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional STBM) adalah kondisi ketika suatu komunitas:
  • Tidak buang air besar (BAB) sembarangan;
  • Mencuci tangan pakai sabun;
  • Mengelola air minum dan makanan yang aman;
  • Mengelola sampah dengan benar;
  • Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
Kunci penting pelaksanaan program STBM:
  • monitoring partisipatif
  • pendampingan masyarakat
  • pemasaran sanitasi
  • advokasi
  • kemitraan
  • monev dan pembelajaran berkelanjutan
Upaya Preventif dan Promotif, 10.000 Desa Adopsi STBM
09 Dec 2009
Departemen Kesehatan melakukan penguatan upaya-upaya preventif dan promotif dalam pembangunan kesehatan lima tahun ke depan, antara lain dengan mengimplementasikan, mengadvokasi. dan kampanye peningkatan penyehatan lingkungan dan perubahan perilaku higienis melalui akselerasi lima pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
"Ada beberapa pengaruh, baik dampak langsung atau tidak langsung akibat sanitasi buruk atau akses air bersih buruk." kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedya--ningsih saat talkshow dalam Konferensi Sanitasi Nasional 2009 bersama Menteri PU dan Kepala Bappenas, di Jakarta. Selasa (8/12).
Dampak langsung yang dapat terjadi adalah penduduk mudah dihinggapi penyakit seperti penyakit kulit dan ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) dan dampak tidak langsungnya, misalnya saat mengambil air yang Jauh dari tempat tinggalnya berisiko digigit nyamuk malaria atau yang lainnya.
"Jadi dengan mendekatkan akses air bersih di tingkat rumah tangga dan sanitasi lingkungan yang baik, sudah pasti akan mengurangi prevalensi sejumlah penyakit." kata Menkes Endang.
Namun dalam proses menyediakan sarana prasarana dalam pembangunan sanitasi diperluKan kesiapan pemerintah setempat dan masyarakatnya. Sebelumnya, masyarakat harus diberikan pelatihan dan penyuluhan agar mereka siap memanfaatkan sarana yang disediakan.
"Pengalaman saya dulu saat Jadi dokter Puskesmas, pemerintah membangun jamban-jamban, tetapi beberapa bulan kemudian saya lihat jamban tetap bersih karena tidak dipakai, itu karena masyarakat belum siap memanfaatkannya, ini menjadi tidak efektif." ungkapnya.
10.0OO desa terapkan STBM Sementara, Departemen Kesehatan sejak 2006 telah menggulirkan Program STBM dan telah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa pada 228 kabupaten/ kota. Saat ini, sejumlah daerah telah menyusun rencana strategis pencapaian sanitasi total dalam pembangunan sanitasinya masing-masing.
"Dalam lima tahun ke depan (2010-2014) STBM diharapkan telah diimplementasikan di 20.000 desa di seluruh kabupaten/kota." kata Menkes Endang Rahayu.
Untuk mewujudkan percepatan pembangunan sanitasi permukiman melibatkan empat institusi, yakni Bappenas untuk melakukan koordinasi dan perencanaan program. Departemen PU untuk penyediaan sarana sanitasi. Departemen Kesehatan berperan peningkatan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dan Departemen Dalam Negeri berperan dalam penguatan kelembagaan.
Menkes menyebutkan hasil Riskesdas dan Susenas 2007 tentang air minum, sanitasi dan perilaku higienis menunjukkan 57.7 persen rumah tangga mempunyai akses ke air bersih yang baik. 58.9 persen telah menggunakan atau memiliki Jamban sendiri, 43 telah menggunakan Jamban yang memenuhi syarat kesehatan, 26,6 persen mempunyai tempat penampungan sampah dalam rumah. 25.2 persen rumah tangga yang memiliki saluran air limbah tertutup, dan 23 persen penduduk di atas 10 tahun berperilaku benar cuci tangan pakai sabun.
Menurut publikasi WHO tahun 2007 menunjukkan kejadian diare menurun 32 persen dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar! 45 persen dnegan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39 persen perilaku pengelolaan alr minum yang aman di rumah tangga.
Upaya peningkatan kesehatan lingkungan termasuk program 100 hari Depkes, selain merupakan target ke-7 MDGs yaitu peningkatan kesehatan lingkungan melalui penyediaan air minum dan sanitasi dasar serta peningkatan perilaku higienis.
Pencapaian target tersebut berdampak pada penurunan angka kematian ibu dan pengendalian penyebaran penyakit menular seperti malaria, diare, cacingan. ISPA, frambosla. dan penyakit kulit lainnya. Untuk melaksanakan kegiatan STBM tahun 2010. Depkes telah mengalokasikan anggaran sebesar Rpl25.924.073.000.(dew)
Ringkasan Artikel Ini
Dampak langsung yang dapat terjadi adalah penduduk mudah dihinggapi penyakit seperti penyakit kulit dan ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) dan dampak tidak langsungnya, misalnya saat mengambil air yang Jauh dari tempat tinggalnya berisiko digigit nyamuk malaria atau yang lainnya. 10.0OO desa terapkan STBM Sementara, Departemen Kesehatan sejak 2006 telah menggulirkan Program STBM dan telah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa pada 228 kabupaten/ kota. Departemen Kesehatan berperan peningkatan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dan Departemen Dalam Negeri berperan dalam penguatan kelembagaan. Menkes menyebutkan hasil Riskesdas dan Susenas 2007 tentang air minum, sanitasi dan perilaku higienis menunjukkan 57.7 persen rumah tangga mempunyai akses ke air bersih yang baik.

Jumlah kata di Artikel : 536
Jumlah kata di Summary : 109
Ratio : 0,203

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.kessadaran tentang STBM


Posted by Indriany 28 Juni 2011 Tinggalkan sebuah Komentar
inspeksisanitasi.blogspot.com


Rabu, 04 Januari 2012

pegendalian intensitas kebisingan


POLUSI KEBISINGAN

11:42  EDI NURSALAM PERHUBUNGAN  No comments

Oleh : EDI NURSALAM
Topik ini mungkin agak jarang dibahas oleh para ahli baik disektor transportasi maupun lingkungan hidup. Mungkin karena dampaknya tidak sebesar polusi udara barangkali. Namun untuk kali ini penulis ingin mengajak para pembaca dan pengunjung website Widyaiswara yang mulia mengetahui secara lebih agak mendalam tentang polusi kebisingan atau polusi suara ini. Berbeda dengan polusi udara yang ternyata berdampak luas (baca artikel polusi udara transportasi), polusi kebisingan ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan manusia, kecuali dititik yang paling ekstrim, dapat memecahkan genderang telinga misalnya, tapi itu mungkin jarang sekali terjadi. Mungkin pembaca masih ingat kejadian di Bandara Changi Singapora pada saat pesawat supersonic mendarat pertama kalinya dibandara tersebut. Pada saat itu telah terjadi getaran dahsyat yang memecahkan beberapa kaca bangunan yang ada di Bandara itu. Kebisingan suara pesawat ini ternyata telah mengganggu kenyamanan penduduk Singapore pada saat itu. Sejak kejadian itu pesawat tercepat didunia itu dilarang mendarat di Bandara Changi Singapore untuk selanjutnya.
Polusi kebisingan hanya berpengaruh terhadap kenyamanan hidup manusia sehari-hari. Dengan perkembangan sepeda motor seperti saat ini, dimana jalan-jalan kampung, gang dan lorong dipadat oleh sepeda motor yang lewat tanpa batas waktu.

Tidak jarang kenalpot sepeda motor dilepas penyaringnya sehingga menghasilkan suara yang begitu keras apalagi kalua lewat pada malam hari pada saat kita sedang beristirahat. Begitu juga dengan moda transportasi lain seperti truk dan bus, terkadang karena kurangnya perawatan mesin dan kurang diperhatikannya alat penyaring suaranya, tidak jarang kita dengan bunyi mesin bus dan truk yang menggangu kenyamanan kita. Teknologi Kereta api yang saat ini digunakan dinegara kita masih menghasilkan suara yang bising walaupun sudah ada perubahan dari kereta baru bara ke diesel bahkan listrik dan sudah diterapkannya teknologi rel kereta yang berkesinambungan/tidak terputus-putus. Dinegara maju sudah dikembangkan kereta Maglev (Magnetically Levitated) yang memungkinkan badan kereta tidak bersentuhan dengan relnya. Teknologi ini telah menghilangkan bunyi bising kereta api hampir seratus persen dan memungkinkan kereta dipacu dengan kecepatan tinggi mendekati kecepatan pesawat udara.
Kebisingan merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang dapat mengganggu dan merusak pendengaran manusia. Berdasarkan keputusan Menteri lingkungan hidup No. 48/MENLH/11/1996 tentang baku mutu kebisingan; Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan dari usaha ataukegiatan dalam tingkat dan waktu tertenatu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan dapat juga diartikan sebagai betuk suar yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya. Sehingga secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan manusia dan lingkungannya, termasuk pada ternak dan satwa liar. Suara adalah yang kita dengar, sedangkan kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan. Perbedaan antara suara dan kebisingan tergantung dari pendengar dan lingkungan dimana suara tersebut berada.
Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan dibedakan menjadi dua jenis yaitu;
1. Sumber kebisingan titik atau sumber statis; kebisingan ini dihasilkan dari benda tidak bergerak. Suara yang dihasilkan pada sumber ini berbentuk titik-titik dan akan menyebar melalui udara dengan kecepatan suara 340 meter/detik dengan pola penyebaran berbentuk lingkaran dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya.
Contoh : Mobil sedang berhenti dengan mesin hidup.
2. Sumber kebisingan garis atau sumber dinamis; yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh sumber bergerak atau alat transportasi. Suara yang dihasilkan dari sumber ini akan menyebar melalui udara dengan pola yang berbentuk selinder yang memanjang dengan sumber kebisingan sebagi sumber utama.
Contoh : Suara lalu lintas, kerta api, pesawat udara dll.
Jenis Kebisingan
Jenis kebisingan yang sring kita jumapai sehari-hari adalah :
1. Steady state noise
Adalah suatu kebisingan yang datangnya secara kontinyu dengan intensitas relative tetap dalam waktu yang cukup lama. Contohnya adalah kebisingan yang disebabkan oleh mesin diesel, kipas angin, mesin industry, air terjun dan lain-lain.
2. Impulsive noise
Adalah sautu kebisingan yang datangnya tidak kuntinyu dengan intensitas yang relative tetap atau tidak tetap. Contohnya adalah suara palu besi, tembakan atau ledakan.
3. Intermitten (semi kontinu)
Kebisingan kontinyu yang hanya sekejap kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Contohnya suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat.
Unsur-unsur suara
a. Sumber suara
Sumber suara dihasilkan akibat suatu suara yang diterima telinga manusia. Sumber suara dapat dibedakan menjadi dua menurut arahnya yaitu :
1) Nondirectional source (tanpa arah)
Sumber suara tersebut memancarkan intensitas yang sama kesegala arah dengan permukaan berbentuk bola dan terus menerus membesar dan segera melemah bila jaraknya sudah jauh dari sumber.
2) Directional source (terarah)
Sumber suara tersebut memancarkan intensitas yang tidak sama kesegala arah
b. Medium perambatan
Suara tidak dapat merambat diruang hampa udara. Untuk merambat, gelombang suara membutuhkan medium yang dapat berupa udara (air born sound), air maupun benda padat (structure born sound). Suara merupakan gelombang mekanis yang merambat melalui medium dengan pola longitudinal.
c. Penerima
Penerima dalam hal ini adalah telingan manusia yang menangkap gelombang yang dipancarkan melalui medium oleh sumber.
Karakteristik bising
Faktor-faktor yang penting dalam evaluasi pengaruh bisisng terhadap pendengaran manusia adalah sebagai berikut :
1. Tingkat tekanan suara (sound pressure level)
Rambatan suara di udara akan menimbulkan gangguan terhadap kondisi keseimbangan tekanan udara atau atmosfer. Besarnta gangguan ini dinyatakan dalam besaran fisis tekanan suara (sound pressure). Satuan tekanan suara dinyatakan dengan pascal (Pa) atau N/m².
Satuan tekanan suara sebagai satuan tingkat kebisingan terasa kurang praktis digunakan karena daerah pendengaran manusia memiliki jangkauan yang sangat lebar (2x10-5 Pa-200Pa).
Alat ukur kebisingan adalah sound level meter yang dapat mengukur tingkat kebisingan secara langsung. Sound level meter terdiri dari mikropon, penguat dan instrument keluaran (output) yang mengukur tingkat tekanan suara efektif dalam decibel. Bermacam-macam alat tambahan dapar disambungkan atau digabungkansecar instrument dasar ini sesuai dengan kebutuhan, seperti penganalisis frekuensi atau perekam grafis.
2. Tingkat daya suara (sound power level)
Laju rambatan energy suara yang dipancarkan oleh sumber yang disebut daya suara, satuannya dinyatakan dalam watt. Semua energy suara yang merambat dari suatu sumber suara menyebar keseluruh area yang menyelubungi sumber suara tersebut.
3. Frekuensi suara
Frekuensi merupakan nilai variasi tekanan suara per detik yang dinyatakan dalam Hertz (cycle per second; cps). Suara yang didengan oleh manusia terdiri dari beberapa frekuensi yang berlainan, rentangan nilai frekuensi yang sangat besar dan lebar. Frekuensi yang dapat direspons oleh telinga manusia antara 20 sampai 20.00 Hz dan sangat sensitive pada frekuensi frekuensi antara 1.000 sampai 4.000 Hz.
Pada umumnya spectrum frekuensi saura diklasifikasikan secara garis besar dalam tiga pita frekuensi berdasarkan pada criteria pendengaran manuasi, yaitu :
a. Frekuensi infrasonic; Frekuensi yang terlalu rendah untuk dapat membangkitkan sensasi pendengaran (<20 Hz)
b. Frekuensi ultrasonic; frekuensi yang terlalu tinggi untuk dapat didengar oleh manusia (>20. kHz)
c. Frekuensi sonic; Frekuensi suara yang dapat didengar oleh telinga manusia (20 Hz – 20 kHz)
4. Sound reduction
Sound reduction merupakan suatu materi ukuran insulasi suara yang dinyatakan dalam decibel. Sound reduction sama dengan jumlah decibel berkurangnnya energy suara yang datang pada bahan atau material bila melewati struktur. Nilai numeric sound reduction hanya bergantung kepada konstruksi bahan dan berubah dengan frekuensi suara. Sound reduction tidak bergantung pada sifat akustik kedua ruangan yang dipisahkan oleh material tersebut.
Pengaruh Kebisingan terhadap Manusia
Kebisingan akan menggangu manuasia baik berupa gangguan Audiometrik maupun berupa gangguan nonaudiometrik. Pengaruh utama dari kebisingan adalah gangguan audiometric yaitu kerusakan pada sistem indera pendengaran manusia, terlebih lagi jika tingkat kebisingannya sudah melampauai ambang batas tertentu. Kerusakan pendengaran tidak hanya tergantung pada tingkat kebisingan saja, tetapi juga tergantung dari lamanya paparan kebisingan tersebut. Jika tingkat kebisingan mencapai 140 dB atau lebih, maka langsung akan memecahkan genderang telinga.
Beberapa tingkatan gangguan pendengaran akibat bising yaitu :

a. Hilang pendengaran sementara, dan pulih kembali setelah waktu tertentu
b. Imun atau kebal terhadap bising, biasanya hal ini karena selalu mendengar bising tertentu
c. Pendengaran berdengung
d. Kehilangan pendengaran permanen atau tetap dan tidak akan pulih kembali.
Bising tidak hanya berpengaruh kepada sistem pendengaran manusia saja, tetapi akan mengganggu organ tubuh lainnya seperti adrenalin meningkat, pembuluh darah mengkerut tekanan darah naik, horman tiroid naik, jantung berdebar, reaksi otot, gerakan usus, pupil melebar dan lain-lain.
Secara fisiologi kebisingan juga mengganggu antara lain kesulitan tidur, mudah lelah, kejengkelan, penurunan kinerja, kelainan jiwa dan lain-lain. Selain itu bising menggangu langsung kegiatan manusia sehari-hari berupa gangguan non audiometric dan non fisiologi. Gangguantersebut antara lain adalah kurangnya konsentrasi terutama pada kegiatan ajar mengajar, dan atau kegiatan ibadah, bahkan komunikasi kurang maksimal sehingga siswa atau jemaah tidak dapat menerima informasi dengan baik.
Pengendalian Kebisingan
Unsur terjadinya kebisingan ada tiga yaitu adanya sumber, adanya medium dan adanya penerima. Sehingga dalam teknik pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan tiga metoda jugayaitu pengendalian sumber, pengendalian pada medium dan pengendalian pada penerimanya.
1. Pengendalian Pada Sumber
Pengendalian pada sumber kebisingan seperti kendaraan bermotor dapat dilakukan dengan pengendalian teknologi kendaraan yang ramah lingkungan dan pengendalian lalu lintas kendaraan itu sendiri.
Sumber kebisingan dari aktifitas lalu lintas adalah kendaraan bermotor. Dalam komponen kendaraan bermotor sumber kebisingan dapat berasal dari;
a. Mesin
b. Kipas pendingin suara
c. Sistem pembuangan sisa pembakaran (kenalpot)
d. Sistem roda dan ban, termasuk gesekannnya dengan permukaan jalan.
e. Hisapan karburator
f. Turbulensi aerodinamis kendaraan
g. Sistem transmisi dan roda gigi
Kebisingan yang dominan ditimbulkan oleh kendaraan yang bergerak pada kecepatan rendah sampai sedang adalah pada keempat factor pertama, yaitu mesin, jenis bahan bakar, kipas pendingin mesin dan sistem pembuangan pada kenalpot. Sedang untuk kendaraan bergerak dijalan tol dipengaruhi oleh factor diatas.
Pengendalian kebisingan kendaraan bermotor dapat dilakukan oleh tiga pihak yaitu; industry otomotif sebagai produsen kendaraan bermotor, pemerintah sebagai regulator dan masyarakat sebagai pembeli dan pengguna kendaran bermotor.
Seiring dengan berkembangnya issue lingkungan, membuat manuasia sadar untuk menjaga kelestarian alam antara lain dengan menggunakan produk yang ramah lingkunga. Demikian juga dengan industry otomotif, seiring dengan perkembangan teknologi maka industry berusaha membuat kendaraan bermotor yang ramah lingkungan, yaitu kendaraan bermotor yang irit bahan bakar, emisi gas buang yang rendah dan tidak mengeluarkan suara bising. Salah satu contoh kendaraan ramah lingkungan yang saat ini dikembangkan oleh industry otomotif adalah Mobil hibryd, salah satu jenis mobil ini menggunakan bateray yang tidak mengeluarkan emisi, irit bahkan tidak menggunakan bahan bakar dan tidak mengeluarkan bunyi mesin.
Sebenarnya sampai saat ini belum ada aturan baku tingkat kebisingan kendaraan bermotor di jalan raya. Pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan bukan menguji kebisingan tapi lebih banyak menguji suara yang dikeluarkan oleh klakson kendaraan. Mungkin sudah saatnya pemerintah mengeluarkan aturan ambang batas suara yang dikeluarkan kendaraan bermotor secara total dari tujuh sumber kebisingan yang bersumber dari komponen kendaraan bermotor diatas. Jadi bukan hanya sekedar menguji suara kelakson. Kendaraan yang memiliki sistem pembakaran kurang sempurna yang diakibatkan oleh ausnya komponen piston dan selinder mesin ditambah lagi dengan kondisi kenalpot yang kurang baik, akan mengeluarkan suara yang bising. Kondisi ini biasanya terjadi pada kendaraan yang kurang terawat atau kendaraan yang sudah tua umurnya. Sistem pengujian kendaraan bermotor yang diatur oleh UU. No. 22 tahun 2009 tentang LLAj hanya mewajibkan pengujian terhadap kendaraan bermotor umum, bus dan mobil barang yang jumlah tidak sampai 10 % dari total kendaraan bermotor di Indonesia. Jadi sangat sulit sekali diharapkan pengendalian dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi polusi kebisingan.
Peran serta masyarakat sebagai pemilik dan pengguna kendaraan bermotor sangat diharapkan melalui perawatan kendaraan secara berkala. Kendaraan yang terawat akan mengeluarkan suara yang lebih halus baik dari mesin dan kenalpot maupun sumber lainnya seperti transmisi dan sistem roda. Tapi ini hanya sekedart himbauan yang jarang dipatuhi oleh pemilik kendaraan, karena untuk merawat kendaraan dibutuhkan biaya yang cukup besar. Karen penyusun UU LLA tidak mempertimbangkan pengendalian kebisingan ini secara serius, mungkin rekanrekan dari Kementerian lingkungan hidup perlu mengambil alih untuk menetapkan amabang batas kebisingan kendaraan bemotor disertai dengan kewajiban pemilik untuk merawat kendaraannya secara periodik yang ditunjukkan oleh stiker yang dipasangan pada kaca depan kendaraan. Apabila ada sanksi hukumnya, penerapan aturan ini dapat dikerjasamakan dengan aparat penegak hukum seperti Polisi lalu lintas atau PPNS (penyidik pegawai negeri sipil). Pemerintah daerah juga dapat menerapkan pembatasan atau larangan suatu kendaraan yang tidak dilengkapi oleh stiker perawatan kendaraan bermotor, dengan cara melarang kendaraan tersebut memasuki kawasan tertentu atau melarang parkir fasilitas parkir tertentu.
2. Pengendalian Bising pada medium perambatan bising lalu lintas
Pengendalian ini dilakukan untuk meredam suara yang dikeluarkan oleh sumber kebsingan. Peredaman juga bertujuan untuk agar suara bising hanya terjadi pada sumber dan kawasan sekitarnya, dan frekuensi serta tingkat kebisingannya akan berkurang pada kawasan yang dapat didengan oleh manusia lain diluar sistem itu. Misalnya kebisingan dijalan tolhanya dirasakan oleh pengguna jalan toll.

Dan kurang berpengaruh terhadap masyarakat yang tinggal disepanjang jalan tol tersebut. Pengendalian ini dilakukan dengancara memutus jalur perambatan bising dari sumbernya ke penerima. Salah satu caranya adalah mengisolasi/menutup seluruh bagian sumber bisisng sehingga jalur perambatan bising benar-benar terputus.
a. Barrier dan penjalaran suara
Ketika sumber kebisingan tidak dapat ditutup secara menyeluruh, seperti kasus kebisingan di jalanraya, maka dapat digunakan barrier yang bagian atasnya terbuka.Karena bagian atas barrier terbuka, maka dapat terjadi difraksi suara yang menyebabkan keefektifan barrier berkurang. Untuk mengatasai hal tersebut, barrier harus didesain antara lai dengan bentuk Y, T, anak panah, selinder dan lain sebagainya. Untuk membuat barrier diperlukan skema perhitungan untuk menentukan keefektifan dan desain terbaik barrier.
b. Barrier Tanaman
Tanaman atau pepohonan dapat menjadi penghalang kebisingan yang cukup efektif. Namun untuk jalan tol tanaman pada umunya digunakan untuk mengurangi polusi udara. Pepohan yang rimbun dengan tebal atau lebar 30 meter atara sumber dan penerima suara, dapat mengurang kebisingan hingga 5 dB.
c. Barrier rigid
Bahan barrier dapat berupa gundukan tanah, batu, tembok atau beton, kayu loma atau bahan-bahan padat lainnya. Bahan yang digunakan untuk barrier harus rigid dan mempunyai densitas atau kepadatan yang tinggi (paling sedikit 20 Kgpermeter perseginya). Kesemua bahan hampir sama efektifnya mengurangi tingkat tekanan bunyi jika mempunyai kepadatan paling sedikit seperti tersebut diatas.
3. Pengendalian bising pada penerima bising lalu lintas
Bila pengendalianj bising tidak dapat dilakukan pada sunber bising atau medium perambatan, maka alternative terkhir adalah melakukan pengendalian kebisingan pada penerima. Usaha-usaha yanga dapat dilakukan antara lain adalah;
· Melindungi penerima dari kebisingan antara lain dengan pemakaian alat pelindung seperti ear plug atau dengan cara mendesain rumah yang baik untuk meredam kebisingan.
· Mengisolasi penerima dengan cara membuat barrier yang rigid disekitar pemukiman penduduk yang terkena dampak kebisingan
· Langkah terakhir yang dilakukan adalah merelokasi pemukiman penduduk yang terkena dampak kebisingan parah kelokasi lain dan menjadikan tempat tersebut sebagai hutan lindung kota.